Selasa, 19 Mei 2009

Krisis Ekonomi Global 2008-2009

Gambaran Umum Krisis Ekonomi Global 2008-2009
Krisis adalah situasi yang merupakan titik balik (turning point) yang dapat membuat suatu keadaan bertambah baik ataukah bertambah buruk. Jika dipandang dengan kacamata bisnis, maka suatu krisis akan menimbulkan hal-hal seperti intensitas permasalahan akan bertambah, masalah akan dibawa menjadi konsumsi public baik melalui media informasi ataukah informasi dari mulut ke mulut, masalah akan mengganggu kelancaran bisnis dari hari ke hari, masalah mengganggu nama baik perusahaan, masalah dapat merusak system kerja dan menggoncangkan perusahaan secara keseluruhan, masalah yang dihdapi disamping membuat perusahaan jadi panik juga tidak menutup kemungkinan membuat masyarakat jadi panik, dan masalah akan membuat pemerintah ikut melakukan intervensi dalam bidang ekonomi.
Inti dari segala penjabaran di atas bahwa krisis adalah suatu masalah. Masalah jelas akan bermuara pada kerugian. Jika tidak ditanggulangi secara serius dan efektif, maka masalah ini nantinya akan berkelanjutan bahkan bisa menjadi masalah yang tidak berkesudahan.
Ternyata, secara realita dunia saat ini, krisis tidak hanya dikenal dekat oleh perusahaan-perusahaan. Krisis juga dapat menyerang sebuah negara dalam system perekonomiannya. Jika krisis menyerang sebuah negara, artinya terdapat masalah yang tidak menutup kemungkinan akan melahirkan anak-anak masalah lain dalam negara tersebut. Dan mengingat dalam ilmu hubungan internasional, secara praktis dikatakan bahwa dalam dunia ini, syogyanya negara-negara yang ada saling menjalin hubungan satu sama lain, tidak mengadakan proteksi dan menutup diri masing-masing, guna terciptanya perdamaian dan saling membantu dalam pemenuhan kebutuhan masing-masing, maka jika ada satu negara yang mengalami krisis internal dalam negerinya, dengan adanya saling ketergantungan, maka akan member dampak negara yang berkaitan atau tergantung dengannya juga terkena dampak krisis.
Hal ini sering kita sebut teori dependensi yaitu saling ketegantungan satu sama lain. Jika ditinjau dari konfliknya atau masalahnya, dalam hal ini krisisnya, maka kita sering menyebutnya teori domino, dimana jika terjadi kejatuhan yang menyenggol pihak lain, maka pihak tersebut juga akan jatuh. Fenomena krisis yang merembes ke hampir seluruh pelosok dunia inilah yang kemudian kita kenal dengan istilah krisis global, sebuah masalah krisis yang mengglobal; globalisasi krisis.
Interkoneksi sistem bisnis global yang saling terkait, membuat 'efek domino' krisis yang berbasis di Amerika Serikat ini, dengan cepat dan mudah menyebar ke berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Tak terkecualikan Indonesia. Krisis keuangan yang berawal dari krisis subprime mortgage (kredit perumahan) itu merontokkan sejumlah lembaga keuangan AS. Pemain-pemain utama Wall Street berguguran, termasuk Lehman Brothers dan Washington Mutual, dua bank terbesar di AS. Para investor mulai kehilangan kepercayaan, sehingga harga-harga saham di bursa-bursa utama dunia pun rontok. Menurut Direktur Pelaksana IMF Dominique Strauss-Kahn di Washington, seperti dikutip AFP belum lama ini, resesi sekarang dipicu pengeringan aliran modal. Ia menaksir akan terdapat kerugian sekitar 1,4 triliun dolar AS pada sistem perbankan global akibat kredit macet di sektor perumahan AS. "Ini lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 945 miliar dolar AS,". Hal ini menyebabkan sistem perbankan dunia saling enggan mengucurkan dana, sehingga aliran dana perbankan, urat nadi perekonomian global, menjadi macet. Hasil analisis Dana Moneter Internasional (IMF) pekan lalu mengingatkan, krisis perbankan memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menyebabkan resesi. Penurunan pertumbuhan setidaknya dua kuartal berturut-turut sudah bisa disebut sebagai resesi.
Sederet bank di Eropa juga telah menjadi korban, sehingga pemerintah di Eropa harus turun tangan menolong dan mengatasi masalah perbankan mereka. Pemerintah Belgia, Luksemburg, dan Belanda menstabilkan Fortis Group dengan menyediakan modal 11,2 miliar euro atau sekitar Rp 155,8 triliun untuk meningkatkan solvabilitas dan likuiditasnya. Fortis, bank terbesar kedua di Belanda dan perusahaan swasta terbesar di Belgia, memiliki 85.000 pegawai di seluruh dunia dan beroperasi di 31 negara, termasuk Indonesia. Ketiga pemerintah itu memiliki 49 persen saham Fortis. Fortis akan menjual kepemilikannya di ABN AMRO yang dibelinya tahun lalu kepada pesaingnya, ING. Pemerintah Jerman dan konsorsium perbankan, juga berupaya menyelamatkan Bank Hypo Real Estate, bank terbesar pemberi kredit kepemilikan rumah di Jerman. Pemerintah Jerman menyiapkan dana 35 miliar euro atau sekitar Rp 486,4 triliun berupa garansi kredit. Inggris juga tak kalah sibuk. Kementerian Keuangan Inggris, menasionalisasi bank penyedia KPR, Bradford & Bingley, dengan menyuntikkan dana 50 miliar poundsterling atau Rp864 triliun. Pemerintah juga harus membayar 18 miliar poundsterling untuk memfasilitasi penjualan jaringan cabang Bradford & Bingley kepada Santander, bank Spanyol yang merupakan bank terbesar kedua di Eropa. Bradford & Bingley merupakan bank Inggris ketiga yang terkena dampak krisis finansial AS setelah Northern Rock dinasionalisasi Februari lalu dan HBOS yang dilego pemiliknya kepada Lloyds TSB Group.
Dari deskripsi-deskripsi di atas tentang bagaimana sebenarnya wajah ekonomi internasional saat ini yang dicerminkan dalam perekonomian setiap negara-negara besar yang selama beberapa lama ini kita yakini sebagai pemegang kendali dalam dunia ekonomi politik internasional, kita pun dapat memahami dan mengetahui bahwa saat ini kita memang tengah berada dalam sebuah keadaan krisis yang telah mengglobal. Sebuah krisis yang akan merambas seperti geragih di tanah lapang jika tidak mendapatkan penanganan yang serius oleh kita semua masyarakat internasional.


Penyebab Krisis Ekonomi Global 2008-2009

Krisis Global yang bermula Oktober 2008 lalu hingga saat ini sebenarnya adalah bukan merupakan krisis yang pertama terjdi di dunia internasional. Krisis yang kemudian kita pahami sebagai masalah-masalah ekonomi ternyata telah terjadi sejak abad ke-18.
Beberapa rentetan sejarah krisis global itu antara lain:
1. Kepanikan 1797, yang berlangsung selama 3 tahun dari 1797 hingga 1800. Akibat dari deflasi Bank of England yang menyebar hingga lautan Atlantik dan Amerika Utara dan menyebabkan hancurnya perdagangan dan pemasaran real estate di Amerika Serikat dan sekitar Karibia. Ekonomi Inggris terpengaruh akibat adanya pembalikan deflasi selama perang dengan Perancis saat terjadinya revolusi Perancis.
2. Depresi 1807, yang terjadi selama tujuh tahun sejak 1807 hingga 1814. Undang-undang embargo Amerika Serikat 1807 pada saat itu diluluskan oleh kongres Amerika saat presiden Thomas Jefferson memimpin. Hal ini menghancurkan industri yang terkait dengan pengapalan. Kaum federal berusaha melawan embargo ini dan berusaha melakukan penyelundupan di New England.
3. Kepanikan 1819, terjadi selama 5 tahun dari 1819 hingga 1824. Ini adalah finansial pertama yang mempengaruhi keuangan Amerika Serikat secara besar-besaran, bank-bank berjatuhan, munculnya pengangguran, dan merosotnya pertanian dan industri manufaktur. Ini juga menandakan berakhirnya ekspansi ekonomi yang mengikuti Perang 1812.
4. Kepanikan 1837, saat itu, ekonomi Amerika jatuh secara tajam disebabkan kegagalan bank dan kurangnya keyakinan pada uang kertas. Spekulasi pasar menyebabkan bank di Amerika berhenti bertransaksi dalam bentuk koin emas dan perak.
5. Kepanikan 1857, Kejatuhan Perusahaan Asuransi Hidup dan Kepercayaan Ohio menimbulkan ledakan spekulasi di sektor transportasi Amerika Serikat. Lebih dari 5000 bisnis gagal kurang dari setahun sejak terjadinya kepanikan dan kaum pengangguran melakukan protes di kawasan urban.
6. Kepanikan 1873, Terjadi selama enam tahun disebabkan masalah ekonomi di Eropa mengakibatkan jatuhnya Jay Cooke & Company, bank terbesar di Amerika Serikat. Hal ini juga menimbulkan spekulasi terhadap perang saudara di Amerika. Undang-undang koin 1873 juga memberikan kontribusi dalam jatuhnya harga perak yang menghancurkan industri pertambangan Amerika Utara.
7. Depresi Berkepanjangan (The Long Depression), Sesuai namanya, depresi ini menelan waktu 23 tahun sejak 1873 hingga 1896. Runtuhnya Bursa Efek Vienna menyebabkan depresi ekonomi yang menyebar ke seluruh dunia. Ini sangat penting dicatat dimana pada periode ini, produksi industri global meningkat pesat. Di Amerika Serikat misalnya, pertumbuhan produksi mencapai empat kali lipat.
8. Kepanikan 1893, Terjadi selama tiga tahun hingga 1896. Terjadi akibat kegagalan Reading Railroad Amerika Serikat dan penarikan investor Eropa terhadap pasar saham serta jatuhnya bank-bank.
9. Resesi Perang Dunia I, Terjadi selama tiga tahun hingga 1921. Terjadinya hiperinflasi di Eropa menyebabkan kelebihan produksi besar-besaran di Amerika Utara.
10. Depresi Besar 1929 (The Great Depression), Depresi yang paling besar dan dikenang sepanjangsejarah. Terjadi selama 10 tahun sejak 1929 hingga 1939. Pasar saham di seluruh dunia saat itu berjatuhan dan bank-bank di Amerika Serikat mengalami kebangkrutan. Jutaan pengangguran bermunculan dan kemiskinan merajalela.
11. Resesi 1953, Terjadi selama satu tahun. Setelah periode inflasi perang Korea berakhir, banyak uang yang ditransferkan untuk keamanan nasional Amerika Serikat. Berubahnya kebijakan The Fed yang lebih membatasi tahun 1952 menyebabkan terjadinya inflasi yang lebih lanjut.
12. Krisis Minyak 1973, Terjadi selama dua tahun hingga 1975. Naiknya harga minyak yang ditetapkan oleh OPEC dan tingginya biaya yang dikeluarkan Amerika Serikat pada Perang Vietnam menyebabkan terjadinya stagflasi di Amerika Serikat.
13. Resesi Awal 1980, Terjadi di awal tahun 1980 selama dua tahun, revolusi Iran membuat melonjaknya harga minyak dan munculnya krisis energi 1979. Pergantian rezim di Iran menyebabkan menurunnya pasokan minyak sehingga harga minyak melambung. Ketatnya kebijakan moneter di Amerika Serikat untuk mengontrol inflasi menyebabkan terjadi resesi lainnya.
14. Resensi Awal 1990, Terjadi selama satu tahun dimana perdagangan produk industri dan manufaktur menurun.
15. Resesi Awal 2000, Terjadi selama dua tahun dari 2001 hingga 2003. Keruntuhan bisnis dot-com, serangan 11 September, dan skandal pembukuan menyebabkan krisis di sekitar Amerika Utara.
16. Depresi Ekonomi 2008, Depresi yang saat ini tengah melanda dunia. Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya naiknya harga minyak yang menyebabkan naiknya harga makanan di seluruh dunia, krisis kredit dan bangkrutnya berbagai investor bank, meningkatnya pengangguran sehingga menyebabkan inflasi global. Bursa saham di beberapa negara terpaksa ditutup beberapa hari termasuk di Indonesia, harga-harga saham juga turut anjlok. Diperkirakan depresi ekonomi kali ini separah/ lebih parah dari depresi besar ekonomi 1929.
Jika ditinjau secara historis, maka krisis global yang tengah kita rasakan saat ini hampir bisa dikatakan sama dengan The Great Depression yang terjadi juga di Amerika sekitar tahun 1929 lalu. Terdapat berbagai macam kemiripan baik apa yang terjadi maupun penyebab dari krisis global ini. Setelah membaca beberapa bahan mengenai krisis global ini, maka saya dapat menjabarkan dalam poin-poin beberapa penyebab krisis global yang bermula Oktober 2008 lalu hingga saat ini, sebagai berikut :
1. Defisit anggaran keuangan Amerika yang tercermin sejak laporan keuangan Amerika 2007 silam akibat inflasi, perang Irak, kebebasan regulasi markt yang liar, dan persaingan ekspor impor dengan negara lain.
2. Kasus Subprime Mortgage, paket pengkreditan rumah yang ditujukan untuk orang ‘miskin’ Amerika yang memiliki catatan peminjaman buruk.
3. Gaya hidup bergantung kredit yang melebihi batas, namun di bawah kesanggupan membayar, bahkan tidak sedikit peminjam yang sebenarnya memiliki kredit rating yang jauh di bawah standar tetap diberikan pinjaman demi kemudahan dan kelancaran utang dan perekonomian Amerika.
4. Pengganti fungsi US Dollar dan penjaminan emasnya sebagai alt nvestasi menjadi media utang oleh Fed Reserve
5. Terseretnya perbankan dan lembaga-lembaga besar keuangan Amerika sebagai efek berantai sejak kredit macet subprime mortgage (dibutuhkan likuiditas dana kas yang besar sehingga memicu penarikan massal dana besar-besaran dari bursa Amerika termasuk dari negara-negara lain untuk menambal Wall Street)
6. Efek persiapan pemilu Amerika yang akan menentukan bentuk perekonomian seperti apa yang akan berlanjut demokrat ataukah republik, sehingga investor terlebih dahulu mengantisipasi “the worst case scenario” dalam pergerakan ekonomi Amerika dengan pergerakan ancang-ancang kabur dari bursa.
Sebagai salah satu negara maju dunia, Amerika Serikat jelas memiliki peranan yang cukup besar dalam dunia ekonomi politik internasional. Wall Street, pasar saham terbesar yang terdapat di Amerika pun adalah pasar saham terbesar di dunia. Dunia yang tanpa batas tempat kita berpijak saat ini, lebih seringnya kita sebut dengan istilah Globalisasi, membuat keterkaitan antara berbagai pihak menjadi sangat erat, terlebih dalam dunia ekonomi khususnya saham, sehingga, kepanikan-kepanikan yang terjadi satu wilayah khususnya di pasar saham akan dengan sangat cepat mempengaruhi pasar di wilayah lain. Inilah penyebab terjadinya krisis yang mengglobal.


Analisis Krisis Global 2008-2009

Untuk menganalisis lebih lanjut mengenai krisis global 2008-2009 ini, saya akan menggunakan perspektif ekonomi politik internasional yang strukturalis. Perspektif strukturalis ini melihat bahwa adanya sebuah struktur internasional yang belaku di dunia. Perspektif strukturalis ini sebenarnya sangat dekat dengan pendekatan Marxis yang banyak menggunakan sistem kelas.
Jika Marxis banyak mengkritik tatanan ekonomi dunia dengan kelas borjuis dan proletar, untuk strukturalis ini sendiri lebih mngedapankan ke pihak-pihak yang memiliki modal dan tidak memiliki modal. Karena adanya hubungan kelas antara pihak yang bermodal dan tidak bermodal ini pun kemudian menimbulkan adanya sebuah ketergantungan.
Perspektif strukturalis sebenarnya hampir mirip dengan World System Theory yang dikemukakan oleh Wallerstein. Jika dalam strukturalis telah dikatakan bahwa dunia ekonomi politik internasional ini telah memiliki strukturnya sendiri, maka Wallerstein pun juga mengatakan bahwa dunia ekonomi politik internasional ini telah memiliki sistem sendiri dimana pihak-pihak menempati kelasnya masing-masing dan menjalankan rutinitasnya satu sama lain yang pada akhirnya akan bermuara pada suatu ketergantungan.
Dalam perspektif strukturalis, dikatakan bahwa struktur ekonomi politik global dapat mempermudah negara-negara berkembang dalam perekonomiannya dengan cara membuatnya tergantung pada negara-negara inti kapitalis.
Dunia yang kita pijak saat ini adalah dunia dengan arus globalisasi yang sangat kuat di berbagai pihak. Dalam bidang ekonomi, globalisasi ekonomi terjadi dalam sistem ekonomi kapitalis yang secara terpaksa dimasyarakatkan pada negara-negara berkembang di dunia. Dalam bidang politik, globalisasi politik terjadi dalam sistem politik demokratis yang juga terpaksa dimasyarakatkan pada negara-negara berkembang di dunia.
Jika paham-paham baik dalam ekonomi maupun politik ini berhasil diadopsi oleh negara-negara berkembang yang sebenarnya belum siap atau bahkan tidak membutuhkan paham seperti ini, maka akan bermuara pada ketergantungan yang akan terjadi di kemudian hari apabila paham-paham tersebut berhasil diadopsi. Dari analisis ini, maka dapat saya simpulkan bahwa era globalisasi juga memegang peranan penting dalam ketergantungan negara-negara berkembang terhadap negara maju karena sebenarnya ketergantungan adalah salah satu semangat tersembunyi dari globalisasi.
Struktur dunia juga telah ditanamkan sejak dulu, sejak Bretton Woods dicetuskan di New Hampshire Juli 1944 lalu sebagai sebuah solusi untuk membangun kembali perekonomian dunia dan negara-negara yang berjatuhan pascaPerang Dunia II saat itu.
Bretton Woods saat itu lahir sebagai sebuah sistem yang mengatur perekonomian dunia agar berjalan tetap pada jalur dan diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan di setiap negara yang meratifikasinya. Sistem ini kemudian menyepakati sebuah sistem fixed exchanged rate dengan mata uang Dollar Amerika Serikat sebagai satu-satunya mata uang yang dapat dikonversikan ke emas. Mengingat Amerika Serikat lah yang memiliki cadangan emas terbesar dunia, yakni 2/3 dari emas dunia adalah kpemilikan Amerika Serikat. Selain itu, adanya juga peluang untuk mendominasi dunia yang dilihat Amerika Serikat jika cadangan emasnya berhasil digunakan sebgai alat tukar internasional. Namun, sistem ini semakin menemukan kelamahannya sendiri seiring dengan perjalanannya. Terjadinya inflasi memberi pengaruh besar bagi era fixed exchanged rate yang kemudian dikenal dengan Nixon Shock yang menentapkan berubahnya erat fixed exchanged rate menjadi floating exchanged rate dan sekaligus penanda berakhirnya sistem Bretton Woods.
Namun, terdapat struktur bentukan Bretton Woods System yang tidak runtuh seiring dengan runtuhnya sistem ini, yakni apa yang kemudian kita kenal dengan istilah Unholy Triangle, IMF, Bank Dunia, dan WTO.
Pada dasarnya, IMF adalah lembaga publik yang didanai oleh pembayar pajak dari seluruh dunia. Meski demikian, IMF “sekadar” bertanggung jawab kepada para menteri keuangan dan direktur bank sentral negara-negara anggotanya, bukan kepada rakyat pembayar pajak atau kepada masyarakat yang menjadi kelompok sasaran berbagai programnya.
“Kontrol” atas IMF dilakukan oleh perwakilan negara anggota lewat pengambilan suara yang rumit dengan bobot suara masing-masing negara ditentukan oleh kekuatan ekonominya. Tak heran bahwa negara-negara industri memiliki bobot suara terbesar dengan AS sebagai satu-satunya pemegang hak veto.
Antara IMF dan Bank Dunia terdapat pembagian kerja dan fungsi. Bank Dunia, umumnya, memberikan kredit jangka panjang kepada pemerintahan untuk mendanai proyek-proyek pembangunan dan infrastruktur, seperti jalan, pembangkit tenaga listrik, sekolah, bendungan, pelabuhan, jembatan. Sementara itu, IMF menentukan apakah sebuah negara layak menerima kredit. Negara penerima kredit harus melaksanakan “program penyesuaian struktural”, mencakup privatisasi dan penyunatan anggaran layanan masyarakat seperti kesehatan dan pendidikan.
Keruntuhan yang melanda Bretton Woods pada tahun 1970-an saat itu tidak diiringi dengan keruntuhan ‘Unholy Triangle’ ini karena masih sangat dibutuhkannya peranan ketiga badan ini untuk membantu dan mengatur skema/struktur perekonomian internasional. Saat itu memang ketiga badan ini masih menjalankan peranan dan fungsinya sebagaimana mestinya. Namun, yang terjadi di masa sekarang, ketiga badan ini hanya menimbulkan ketergantungan yang sangat besar antara negara berkembang dan negara maju.
Amerika sebagai salah satu aktor yang memiliki peranan besar baik dalam pembentukan struktur perekonomian dunia juga dalam pembentukan ‘Unholy Triangle’ tadi seperti induk dalam rumah tangga perekonomian dunia. Karena itu, jika ada yang tidak beres pada induk dalam struktur perekonomian tadi, maka secara perlahan tapi pasti akan member pegaruh juga pada anak-anak nya yang bergantung padanya.
Krisis global memang adalah suatu hal yang riskan terjadi dalam dunia ekonomi politik internasional jika dipandang dari perspektif strukturalis khususnya system dunia yang menyebabkan ketergantungan di berbagai pihak.


Solusi Krisis Ekonomi Global 2008-2009

Untuk solusi yang menurut saya sebaiknya dicanangkan dalam menanggulangi krisis global 2008-2009 ini, ada 3 poin yang akan saya tawarkan, antara lain:
1. Perwujudan Sistem Ekonomi Mandiri
Sistem Ekonomi Mandiri menurut saya adalah sebuah solusi yang baik uyntuk setiap negara di dunia ini. Kepercayaan diri akan potensi masing-masing adalah hal yang sangat penting sebelum perwujudan ekonomi mandiri ini. Perlu diingat, ekonomi mandiri yang saya tawarkan bukannya ekonomi mandiri yang kemudian bermuara pada tidak adanya interaksi internasional yang menghiasi dunia internasional. Interaksi harus ttap ada, namun kuantitasnya perlu dibatasi agar nantinya tidak bermuara pada sebuah fenomena ketergntungan lagi. Karena toh kita semua telah diberi rezki masing-masing dalam hidup ini.
2. Perkuat system regionalisasi ekonomi
Sistem Regionalissi ekonomi juga merupakan salah satu solusi yang saya tawarkan untuk penyelesaian krisis glbal 2008-2009 ini. Sistem Regionalisasi Ekonomi, jika terwujud menurut saya akan memberikan rasa keterikatan secara batin yang lebih besar ketimbang kerja sama dengan negra-negara yang tidak seregion. Rasa keterikatan yang lebih besar itu jelas timbul dari kesamaan budaya leluhur yang tidak jauh beda dari negara-negara yang terdiri dari satu region. Selain adanya kesamaan budaya leluhur, tentu tentang pemahaman, paradigm, dan pola pikir dalam melihat sebuah persoalan hampir sama. Hal ini kemudian saya percaya dapat meminimalisir terjadinya konflik internal. Selain itu, solusi system ekonomi region ini juga saya tawarkan dari semangat kerja sama dan gotong royong. Bahwa untuksuatu hal yang dihadapi secara bersama tentu akan lebih mudah teratasi dari pada sendiri-sendiri
Dari kedua poin solusi yang saya tawarkan di atas tentu tidaka akan berhasil jika tidak dibarengi dengan aktor-aktor ekonomi politik internasional yang memiliki mentalyang baik. Sebagus atau seideal apa pun sebuah system dibuat, jika tidak dilakukan oleh individu-individu yang baik secara pikiran dan hati, maka system tersebut tentu tidak akan berjalan denganbaik. Karena itu, hal paling utama yang perlu dipersiapkan adalah, sumberdaya manusia yang terlatih secara skill dan mental untuk menghadapi derasnya cobaan dalam dunia ekonomi politik internasional.

Regionalisasi di Kawasan Asia Tenggara

Isu perdamaian menjadi sangat membooming pasca-Perang Dunia II di dunia internasional. Kesadaran akan banyaknya kerugian yang dibawa sebagai dampak perang antarpihak atau negara yang sedang bertikai adalah hal yang paling mendasar dalam pemikiran ini. Kesadaran bahwa dibutuhkannya teman sejawat khususnya yang seregion untuk tetap menjaga kestabilan dunia internasional pun sangat mendarah-daging. Karena itu lah sehingga banyak kesepakatan-kesepakatan antarnegara yang terletak di kawasan yang sama untuk mengadakan sebuah organisasi regional yang dapat memudahkan antarnegara anggotanya untuk saling menjaga dan membantu untuk kemajuan diberbagai bidang, begitu pun di kawasan Asia Tenggara.
A. Deskripsi Historis
Sabtu, 8 Agustus 1967 Pertemuan lima menteri luar negeri para negara pendiri -founding father- yang diadakan selama empat hari, yakni mulai pada 5 Agustus 1967 membuahkan sebuah kesepakatan kawasan dalam wajah Deklarasi Bangkok . Deklarasi Bangkok ini pun yang menandai telah lahirnya sebuah organisasi kawasan yang beranggotakan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dengan diprakarsai oleh 5 negara pendiri, yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, Filiphina, dan Singapura dengan wakilnya masing-masing yaitu, Abdul Malik (Menteri Luar Negeri Indonesia), Tun Abdul Razak (Pejabat Perdana Menteri Malaysia), Thanat Khoman (Menteri Luar Negeri Thailand), Narcisco Ramos (Menteri Luar Negeri Filiphina), dan Rajaratnam (Menteri Luar Negeri Singapura). Organisasi Regional di Kawasan Asia Tenggara ini kita kenal dengan nama ASEAN hingga saat ini dengan kepanjangan Association of South East Asia Nation, dalam bahasa Indonesia kita kenal dengan istilah Perbara (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara).
Untuk sebuah organisasi region yang diharapkan bertahan untuk masa yang cukup lama, lahir dengan hanya sebuah Deklarasi yang disebut Deklarasi Bangkok memang miris karena tidak memiliki kedaulatan hukum atau justifikasi hukum yang kuat dan tidak terlalu mengikat bagi negara-negara anggotanya. Namun, hal ini lah yang memang dibutuhkan oleh ASEAN kala itu, sebuah organisasi yang tetap menghargai kedaulatan individu negara-negara anggotanya, tetapi tetap memiliki semangat interkawasan yang dikenal dengan prinsip utama Asean atau Treaty of Amity and Cooperation (1976).
Kesepakatan yang disepakati oleh kelima menteri luar negeri negara pendiri ASEAN tersebut memiliki isi :
Deklarasi Bangkok
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan social, dan perkembangan kebudayaan di Asia Tenggara.
2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional.
3. Meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, social, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi.
4. Memelihara kerja sama yang erat di tengah-tengah organisasi regional dan internasional yang ada.
5. Meningkatkan kerja sama untuk memajukan pendidikan, pelatihan, dan penelitian di kawasan Asia Tenggara.
Untuk melaksanakan tujuan seperti yang tercantum pada Deklarasi Bangkok, disusunlah kemudian program organisasi sebagai berikut :
1. Pertemuan para kepala pemerintahan. Pertemuan ini biasa disebut dengan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN (KTT ASEAN) atau biasa juga disebut “ASEAN Summit”.
2. Sidang tahunan para menteri luar negeri.
3. Sidang tahunan para menteri ekonomi.
4. Sidang para menteri non-ekonomi.
Sifat keanggotaan ASEAN adalah terbuka bagi semua negara yang ada di kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu, atas persetujuan kelima negara pendiri ASEAN yang telah lebih dulu menjadi anggota ASEAN, sejak tanggal 7 Januari 1984, Brunei Darussalam masuk sebagai anggota baru yang keenam dalam ASEAN. Selanjutnya tanggal 28 Juli 1995, Vietnam resmi diterima sebagai anggota ASEAN yang ketujuh. Laos dan Myanmar masuk sebagai anggota kedelapan dan kesembilan secara bersamaan pada tanggal 23 Juli 1997, sedangkan Kamboja masuk sebagai anggota kesepuluh pada tanggal 16 Desember 1998. Apakah Kamboja akan mengunci keanggotaan ASEAN atau kah pintu untuk masuk ke ASEAN yang masih terbuka lebar bagi Timor Leste akan disambut baik, belum ada pihak yang mengetahui pasti. Yang pasti, hingga saat ini, Timor Leste masih sering aktif sebagai observer dalam setiap forum yang dilaksanakan oleh ASEAN.
Kerja sama negara-negara yang menjadi anggota ASEAN meliputi bidang ekonomi, politik, dan sosial-budaya. Untuk lebih jelas, akan coba saya bahas beberapa kerja sama negara-negara Anggota ASEAN dalam berbagai bidang tersebut.
a. Bidang Ekonomi
1. Melaksanakan proyek industry bersama negara-negara anggota ASEAN, dengan pembagian saham (modal yang ditanam) adalah 60% dari negara tempat industry tersebut dan 40% dibagi sama rata di antara negara anggota ASEAN lainnya. Proyek-proyek yang sudah dilaksanakan dengan system ini antara lain:
- Pabrik Pupuk Urea Amonia di Aceh, Indonesia
- Pabrik Pupuk Urea Amonia di Malaysia
- Pabrik Diesel Marine di Singapura
- Pabrik Super Fosfat di Filiphina
- Pabrik Abu Soda di Thailand
- Pabrik Vaksin di Singapura
- Pabrik Industri Tembaga di Filiphina
Proyek keja sama dalam bidang ekonomi dengan wajah seperti ini dilaksanakan atau diterapkan pada masa sebelum disepakatinya AFTA (Asean Free Trade Area – Area Pasar Bebas Asean) pada tahun 2003. Untuk masa sekarang, kerja sama dalam bidang ekonomi sudah lumayan banyak, mengingat telah ditetapkannya AFTA (Asean Free Trade Area – Area Pasar Bebas Asean) yang membuat proses ekonomi lintas teritori negara lebih mudah dan birokrasi yang biasa mempersulit administrasi investasi menjadi lebih longgar.
2. Meningkatkan kerja sama perdagangan, dengan cara mengurangi beamasuk untuk perdagangan ekspor-impor antara sesame negara ASEAN. Bahkan untuk implementasi ASEAN Community (AC) dalam salah satu pilarnya ASEAN Economic Community (Komunitas Ekonomi ASEAN) yang direncanakan akan berlaku efektif pada 2015 nanti, beamasuk untuk barang dagang ekspor-impir antarnegara anggota ASEAN akan dihapuskan.
b. Bidang Politik
1. Mengadakan perjanjian ekstradisi antara anggota ASEAN. Meskipun sampai sekarang Singapura masih belum mau menyepakati perjanjian ektradisi dengan Indonesia berkaitan dengan para koruptor yang menginvestasikan uang kotornya di Singapura yang merupakan sumber devisa Singapura.
2. Bekerja sama menanggulangi narkotika dan obat terlarang lainnya.
c. Bidang Sosial dan Budaya
1. Mengadakan tukar-menukar misi kebudayaan dan kesenian, misalnya pernah ada acara “Titian Muhibah” yang merupakan hasil kerja sama TVRI (Televisi Republik Indonesia – Indonesia) dan RTM (Malaysia)
2. Mengadakan pesta olahraga bersama yang disebut SEA GAMES, diselenggarakan selama dua tahun sekali dengan tuan rumah tempat penyelenggaraan diacak secara bergantian.
3. Meningkatkan kerja sama di bidang pariwisata.
Adapun prinsip-prinsip utama ASEAN atau Treaty of Amity and Cooperation (1976) yang dipegang teguh oleh para anggotanya untuk menjaga hubungan dengan hanya berpegang teguh oleh sebuah Deklarasi yang masih lemah dari segi hukum dalam hal pengaturan adalah sebagai berikut :
• Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesamaan, integritas wilayah nasional, dan identitas nasional setiap negara
• Hak untuk setiap negara untuk memimpin kehadiran nasional bebas daripada campur tangan, subversif atau koersi pihak luar
• Tidak mencampuri urusan dalam negeri sesama negara anggota
• Penyelesaian perbedaan atau perdebatan dengan damai
• Menolak penggunaan kekuatan yang mematikan
• Kerjasama efektif antara anggota
Visi ASEAN sebagai sebuah organisasi regional adalah sebagai wadah kerjasama bangsa-bangsa Asia Tenggara, yang hidup dalam perdamaian dan kemakmuran, menyatu dalam kemitraan yang dinamis dan komunitas yang saling peduli serta terintegrasi dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia.
Seperti yang sudah saya paparkan pada penjelasan sebelumnya, pada awal berdirinya ASEAN pada 8 Agustus 1967, ASEAN tidak memiliki sebuah Charter/Piagam yang berfungsi sebagai konstitusi ASEAN. ASEAN berdiri dengan didasarkan sebuah Deklarasi, yaitu Deklarasi Bangkok. Namun demikian, dalam perkembangannya dirasakan perlu untuk membuat suatu Charter yang berfungsi sebagai konstitusi ASEAN dan menegaskan legal personality dari ASEAN. Sehingga pada KTT ASEAN ke-11 yang dilaksanakan di Kuala Lumpur, Malaysia tahun 2005 silam dibuatlah sebuah draft atau rancangan ASEAN Charter yang cukup mendapat sambutan hangat dari kesepuluh anggota ASEAN dengan wakilnya masing-masing saat itu.
Keseriusan untuk menggarap lebih lanjut draft Piagam ASEAN ini pun diimplementasikan oleh tiap perwakilan negara anggota. Hal ini dapat dilihat dalam antusiasme pada KTT berikutnya, KTT ke-12 pada 20 November 2007 di Cebu, Filipina. Sebenarnya ratifikasi untuk ASEAN Charter direncanakan pada pertemuan kali ini, tetapi dimasukkannya proposal HAM dan Demokrasi memberi hambatan tersendiri. Indonesia, Thailand, dan Filipina tidak bersepakat untuk meratifikasi Piagam tersebut jika Burma belum menerapkan keadilan HAM sepenuhnya dinegaranya. Namun, Burma sendiri meratifikasi piagam itu dengan tanoa kesusahan dan keraguan sedikitpun, cukup membungungkan juga bagi saya.
Di luar segala hal yang menghambat diratifikasinya ASEAN Charter, pada akhirnya ASEAN Charter punh disetujui dan ditandatangani oleh para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-13 di Singapura, 20 November 2007.
Untuk memudahkan dalam proses Analisis, saya akan mencoba merincikan beberapa kesepakatan-kesepakatan yang terjadi dalam forum-forum ASEAN yang memiliki pengaruh besar dan berdampak universal bagi setiap anggota ASEAN itu sendiri.











B. Deskripsi Kesepakatan-Kesepakatan Regional ASEAN

AFTA (ASEAN FREE TRADE AREA)
Tak dapat dipungkiri bahwa ASEAN lahir dengan tujuan utama dan paling hakiki dalam hal pemajuan kesejahteraan masing-masing masyarakat negara anggota yang kemudian diimplementasikan dalam berbagai kebijakan ekonomi sehingga kesepakatan-kesepakatan yang lahir di masa-masa awal penerapan organisasi regional ASEAN ini lebih banyak dilahirkan kesepakatan yang bernafaskan ekonomi.
Proses regionalisasi (dalam bidang ekonomi) kawasan ASEAN diawali dengan disepakatinya Preferential Trading Agreement (PTA) tahun 1977, dilanjutkan dengan ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 1992 yang walaupun baru berhasil dilaksanakan, itu pun belum dalam proses pelaksanaan yang efektif, pada tahun 2003, dan akan berakhir dengan terbentuknya ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. MEA/AEC ini merupakan realisasi dari integrasi ekonomi yang termuat dalam visi ASEAN 2020. Salah satu pilar utama MEA/AEC adalah aliran bebas barang ( free flow of goods) di mana pada tahun 2015 perdagangan barang di kawasan ASEAN dilakukan secara bebas tanpa mengalami hambatan, baik tarif maupun nontarif.
Upaya untuk mewujudkan ASEAN sebagai kawasan dengan aliran barang yang bebas dalam skema MEA/AEC merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari skema yang ada sebelumnya, yaitu Preferential Trading Agreement (PTA) tahun 1977 dan ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 1992. Perbedaan paling mendasar antara skema PTA, AFTA, dan MEA/AEC dalam mendorong terjadinya aliran barang yang bebas di ASEAN adalah PTA dan AFTA lebih menekankan pada pengurangan dan penghapuan hambatan tarif, sedangkan MEA/AEC lebih menekankan pada pengurangan dan penghapuan hambatan non-tarif . Kerangka aliran bebas barang yang termuat dalam cetak biru MEA/AEC 2015 menjelaskan mengenai arah dan cara mencapai MEA/AEC 2015 yang meliputi penghapusan hambatan tarif, penghapusan hambatan non-tarif, dan fasilitas perdagangan lainnya. Cetak biru aliran bebas barang MEA/AEC 2015 tersebut dimaksudkan untuk memberikan berbagai kemudahan perdagangan di kawasan ASEAN yang dikenal sebagai ASEAN Trade Facilitation.
Kebijakan tentang ASEAN Trade Facilitation antarnegara ASEAN diatas tidak lain bertujuan untuk memacu perekonomian di kawasan Asia Tenggara, khususnya anggota-anggota ASEAN. Kemudahan-kemudahan yang diberikan diharapkan akan meningkatkan volume perdagangan antar negara-negara ASEAN.

ARF (ASEAN REGIONAL FORUM)
Dibentuk oleh ASEAN pada tahun 1994 sebagai forum dalam membahas pemeliharaan kestabilitasan dan keamanan di Asia Pasifik. Forum ini dibuat untuk memperkuat pembangunan rasa saling percaya (Confidence of Building Measures) diantara negara-negara peserta, menghindari atau mengurangi rasa saling curiga, dan membuka peluang kerja sama dalam menanggulangi isu-isu yang menjadi tantangan bersama kawasan. Semangat utama pembentukan forum ini mengalami perkembangan pada Pertemuan Tingkat Menteri di Vientiene, Laos pada Juli 2005 silam dari Confidence Building Measures menuju Confidence Building Measures dan Preventive Diplomacy (Pembangunan Rasa Saling Percaya sekaligus Pencegahan konflik dan Eskalasi Konflik dalam Kawasan).
Bidang-bidang kerja samanya meliputi antara lain:
1. Disaster Relief
Membahas masalah penanggulangan secara bersama-sama terhadap akibat bencana alam dan kerusakan lingkungan hidup.
2. Security Cooperation
Kerja sama dalam bidang pertahanan dan keamanan yang membahas masalah stabilitas dan keamanan regional.
3. Peaceful Settlement Disputes
Membahas usaha pemecahan masalah dalam berbagai konflik serta minimalisasi potensi-potensi konflik yang mungkin memicu atau menimbulkan konflik regional di Asia Tenggara pada khususnya dan Asia Pasifik pada umumnya dengan cara-cara damai.
4. Non-Proliferation and Arm Control
Membahas proses penataan secara terarah serta pengendalian terhadap pengembangan, baik dari segi pemilikan maupun produksi berbagai jenis persenjataan konvensional dan strategis termasuk rudal-rudal balistik.
5. Peace Keeping Operation
Menyangkut upaya pemeliharaan perdamaian di Asia Tenggara dan dunia.
6. Maritime Security Cooperation
Membahas upaya kerjasama dalam masalah, kelautan dan keamanan jalur pelayaran

ASEAN CHARTER ( PIAGAM ASEAN)
ASEAN Charter merupakan sebuah bentuk konstitusi untuk ASEAN. Konstitusi berarti bahwa semua negara yang menjadi anggota ASEAN wajib dan harus mematuhi semua ketentuan yang telah ditetapkan di dalam konstitusi tersebut. Sedangkan lingkup aturan main yang ditetapkan di dalam ASEAN Charter tersebut menyangkut hampir semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, Termasuk juga kesamaan pandangan bahwa ASEAN merupakan wilayah yang bebas nuklir.
Pada dasarnya ASEAN Charter ini mengarahkan kepada para anggota agar mempunyai satu visi dan misi ke depan untuk memajukan kesejahteraan dan kelanggengan masyarakat di Asia Tenggara, khususnya negara-negara anggota ASEAN.
Diratifikasi pada KTT ASEAN ke-13 pada 20 November 2007 di Singapura, ASEAN Charter merupakan “Crowning Achievement” dalam memperingati 40 tahun berdirinya ASEAN yang akan memperkuat semangat kemitraan, solidaritas, dan kesatuan negara-negara anggotanya dalam mewujudkan Komunitas ASEAN (ASEAN Community – AC). ASEAN Charter ini menjadi landasan konstitusional pencapaian tujuan dan pelaksanaan prinsip-prinsip yang dianut bersama untuk pencapaian pembangunan Komunitas ASEAN (ASEAN Community) ditahun 2015.
ASEAN Charter menjadi landasan hukum kerjasama ASEAN sebagai suatu “rules-based organization” setelah 40 tahun berdirinya ASEAN. ASEAN Charter menjadikan ASEAN sebagai subjek hukum (memiliki legal personality). ASEAN Charter membuat ASEAN dapat melaksanakan kegiatannya berdasarkan aturan-aturan hukum yang telah disepakati serta diarahkan pada kepentingan rakyat. ASEAN Charter membuat kerjasama antar negara anggota ASEAN akan berlangsung lebih erat dan diatur dalam kerangka hukum dan kelembagaan yang lebih mengikat.
Antara lain memuat hasrat ASEAN untuk menjaga perdamaian, keamanan dan stabilitas kawasan serta mendorong peace-oriented attitudes dan perwujudan kawasan Asia Tenggara yang bebas senjata nuklir; membentuk ASEAN menjadi pasar tunggal dan basis produksi yang kompetitif dan terintegrasi, dengan memfasilitasi arus perdagangan, investasi, arus modal, pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja yang lebih bebas; mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pembangunan; dan memperkuat demokrasi, good governance, dan perlindungan HAM.
Adapun tujuan utama dari ASEAN Charter yakni menjadikan ASEAN sebagai organisasi regional yang memiliki legal personality (berlandaskan hukum) dan berorientasi pada kepentingan mastarakat dalam kawasan.

ASEAN COMMUNITY (AC) – KOMUNITAS MASYARAKAT ASEAN
Walaupun sebagai follow up implementasi ASEAN Charter yang baru diratifikasi 100% pada KTT ASEAN ke-13 pada 20 November 2007 di Singapura, wacana-wacana pembentukan ASEAN Community (Komunitas Masyarakat ASEAN) telah tersiarkan jauh sebelumnya di berbagai forum ASEAN. Organisasi Regional yang tadinya hanya diimplementasikan lebih dalam bidang ekonomi dengan landasan sebuah Deklarasi yang tidak memiliki jaustifikasi hukum yang kuat kemudian berlandaskan sebuah Piagam – ASEAN Charter, yang mengikat bagi seluruh anggotanya guna mengimplementasikan Visi ASEAN 2020 dalam wajah ASEAN Community (AC).
Atas dasar berbagai pertimbangan, pada KTT ASEAN ke-12, 12 Januari 2007 di Filipina disepakati Sebuah Deklarasi, “Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015”. Kesepakatan yang lebih lanjut dikenal Deklarasi Cebu ini menyepakati perubahan Visi ASEAN 2020 dalam bentuk percepatan waktu implementasi menjadi Visi ASEAN 2015. Visi ASEAN 2015 ialah “ASEAN as a concert of Southeast Asian Nations, outward looking, living in peace, stability and prosperity, bounded together in partnership in dynamic development and in a community of caring society”
Visi ASEAN 2015 inilah yang kemudian diimplementasikan dalam percepatan perwujudan wajah ASEAN Community (AC) pada tahun 2015 di kawasan Asia Tenggara dengan tiga pilar utama, yakni ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC).
1. ASEAN Economic Community (AEC)
KTT ke- 9 ASEAN di Bali tahun 2003 menghasilkan Bali Concord II yang menegaskan bahwa Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC – Asean Economic Community) bertujuan untuk menjadikan ASEAN sebagai sebuah kawasan yang memiliki daya saing tinggi serta diharapkan dapat menciptakan pembangunan yang meratadan terintegrasi dalam ekonomi global.
Pembentukan ASEAN Economic Community akan memberikan peluang bagi negara-negara anggota ASEAN untuk memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan dan memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis. Disamping itu, pembentukan Komunitas Ekonomi Asean juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan akses pasar intra-ASEAN serta meningkatkan transparansi dan mempercepat penyesuaian peraturan- peraturan dan standarisasi domestik. ASEAN Economic Community ini sendiri telah memiliki blueprint dan telah diratifikasi pada KTT ASEAN ke-13, 20 November 2007 di Singapura.

2. ASEAN Security Community (ASC)
ASEAN Security Community (ASC) merupakan sebuah pilar yang fundamental dari komitmen ASEAN. Pembentukan ASEAN Security Community (ASC) akan memperkuat ketahanan kawasan dan mendukung penyelesaian konflik secara damai. Terciptanya perdamaian dan stabilitas di kawasan akan menjadi modal bagi proses pembangunan ekonomi dan sosial budaya masyarakat ASEAN.
ASEAN Security Community (ASC) menganut prinsip keamanan komprehensif yang mengakui saling keterkaitan antar aspek-aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya. ASEAN Security Community (ASC) memberikan mekanisme pencegahan dan penanganan konflik secara damai. Hal ini dilakukan antara lain melalui konsultasi bersama untuk membahas masalah- masalah politik-keamanan kawasan seperti keamanan maritim, perluasan kerjasama pertahanan, serta masalah- masalah keamanan non- tradisional (kejahatan lintas negara, kerusakan lingkungan hidup dan lain-lain). Dengan derajat kematangan yang ada, ASEAN diharapkan tidak lagi menyembunyikan masalah-masalah dalam negeri yang berdampak pada stabilitas kawasan dengan berlindung pada prinsip- prinsip non- interference.
3. ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC)
Kerjasama di bidang sosial- budaya menjadi salah satu titik tolak utama untuk meningkatkan integrasi ASEAN melalui terciptanya “a caring and sharing community”, yaitu sebuah masyarakat ASEAN yang saling peduli dan berbagi. Kerjasama sosial-budaya mencakup kerjasama di bidang kepemudaan, wanita, kepegawaian, penerangan, kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, penanggulangan bencana alam, kesehatan, pembangunan sosial, pengentasan kemiskinan, dan ketenagakerjaan serta Yayasan ASEAN.
Untuk ASEAN Community sendiri sebenarnya belum diratifikasi secra keseluruhan, karena blue print yang baru terbuat masih tentang konsep ASEAN Economic Community, dan baru poin ini yang diratifikasi oleh seluruh anggota ASEAN, mengingat isu ekonomi adalah isu yang paling urgent pada masa perdagangan bebas di era globalisasi saat ini.

C. Analisis Regionalisasi di Kawasan Asia Tenggara
Setelah penggambaran umum yang telah saya jelaskan pada dua bagian pembahasan sebelumnya yakni tentang bagaimana sebenarnya proses awal pembentukan ASEAN dan landasan apa yang digunakan untuk kelegalitasannya dan bagian tentang kesepakatan-kesepakatan penting dalam forum-forum ASEAN yang tentunya sangat berpengaruh pada perkembangan regionalisasi di kawasan Asia Tenggara, saya akan mencoba menganalisis realitas Regionalisasi di Kawasan Asia Tenggara ini tentunya dengan relevansinya dengan masa sekarang dan bagaimana prospek serta tantangannya ke depan untuk membawa Asia Tenggara secara wilayah dan negara-negara anggota ASEAN secara politik ekonomi pada tujuan utama ASEAN.
Analisis Bidang Ekonomi
Untuk tahapan awal perlu kita sepakati secara pemahaman bahwa ASEAN adalah sebuah organisasi regional kawasan yang lahir dengan akumulasi kepentingan negara-negara pendirinya akan kebutuhan ekonomi sehingga dalam implementasi kebijakan setiap langkah ASEAN pada tahapan awal tentu memberi perhatian yang lebih besar untuk wacana yang menyangkut ekonomi. Hal ini terlihat dengan kebijakan awal yang berdampak besar yang disepakati ASEAN pada KTT ke-4 di Singapura tahun 1992 tentang AFTA (ASEAN Free Trade Area).
AFTA yang dibentuk dengan tujuan utama meninkatkan daya saing negara ASEAN di pasar internasional dan diharapkan untuk meningkatkan perdagangan perdagangan intrakawasan ternyata tidak terimplementasi dengan sempurna. Godaan untuk menjalin sebuah kerja sama baik bilateral maupun multilateran negara-negara Anggota ASEAN dengan negara maupun organisasi di luar kawasan ASEAN seperti Amerika, Inggris, Uni Eropa, negara-negara Asia Pasifik, negara-negara Asia Timur seperti Cina, Jepang, dan Korea, ternyata jauh lebih menggoda. Sampai kemudian ada kita mengenal forum EAEC (East Asian Economical Caucus), ASEAN+3, ASEAN+1, bahkan ASEAN+6.
Fakta-fakta menyimpang seperti ini lah yang kemudian menjadi cikal bakal tidak berhasilnya AFTA dalam implementasi praktisnya walaupun telah diratifikasi sejak 2003 silam. Jelas Asean Free Trade Area (AFTA) telah tidak relevan lagi diterapkan mengingat inkonsistenan yang terjadi pada negara-negara anggota yang seharusnya menerapkannya dengan baik. Menurut saya, hal ini terjadi karena belum terjalinnya “semangat kekitaan” atau solidaritas yang kuat antar sesama negara ASEAN untuk mewujudkan kemajuan sector ekonomi regional. Paradigma Realis yang bergerak di atas label negara masing-masing masih sangat kuat dalam pola pikir negara-negara anggota ASEAN dalam implementasi kebijakan ekonominya
Berangkat dari kegelisahan-kegelisahan inilah kemudian dibentuk ASEAN Economic Community (AEC) sebagai salah satu pilar ASEAN Community (AC) untuk lebih mewujudkan implementasi yang maksimal dalam pedagangan bebas untuk memajukan perekonomian regional ASEAN. Kegelisahan yang sangat besar ini kemudian segera dibalut dengan diratifikasinya lebih dulu blue print AEC untuk menyelematkan sector perekonomian regional sebelum terpuruk lebih jauh, mengingat negara-negara di kawasa Asia Tenggara ini sangat menaruh perhatian lebih besar dalam bidang ekonomi.
Analisis Bidang Politik
Pada fase awal pembentukan organisasi ASEAN, kepentingan politik nasional setiap bangsa dan negara pendiri diberikan secara berdaulat pada masing-masing negara anggota sehingga secara sederhana dipahami bahwa ASEAN walaupun berwajah organisasi regional di berbagai bidang kerja sama, tapi dalam implementasinya hanya bergerak di bidang ekonomi karena tidak memiliki wewenang untuk saling mencampuri urusan politik dan stabilitas nasional dalam negeri setiap negara anggota, meskipun kesadaran akan dampak konflik lokal itu pada nantinya akan memicu konflik kawasan region Asia Tenggara disadari oleh setiap negara anggota.
Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan kepentingan, dan perkembangan kebutuhan setiap negara anggota ASEAN, integrasi ASEAN disadari tidak hanya dibutuhkan dalam bentuk kerja sama yang berpusat dalam bidang ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang politik, social, dan juga budaya. Karena itu, pada tahun 1994 dibentuk lah ARF (Asean Regional Forum) sebagai forum dalam membahas pemeliharaan kestabilitasan dan keamanan di Asia Pasifik. Semangat utama pembentukan forum ini mengalami perkembangan pada Pertemuan Tingkat Menteri di Vientiene, Laos pada Juli 2005 silam dari Confidence Building Measures menuju Confidence Building Measures dan Preventive Diplomacy (Pembangunan Rasa Saling Percaya sekaligus Pencegahan konflik dan Eskalasi Konflik dalam Kawasan).
Dalam ARF di kancah forum internasional, badan bentukan ASEAN ini mengalami proses pembiasan dengan ruang lingkup yang terlalu lebar sehingga focus utama pembahasannya kerapkali melebar ke ruang lingkup yang semestinya tidak trjamah. Meski keberadaannya pada awal pembentukan sangat membantu dalam transformasi pemikiran dalam bidang politik, tapi lambat laun forum ini semakin tak tentu arah. Indonesia yang memiliki cukup peranan dalam forum ini sebagai pihak yang dipercayai untuk mengepalai berbagai pertemuan-pertemuan pembahasan wacana global kerap kali membahas tentang hal yang tidak bersentuhan secara langsung dengan region ASEAN, misalnya saja masalah Palestine-Israel, Iran-AS, Asia Pasifik-Australia-New Zealand, meski wacana-wacana yang telah saya sebutkan tadi tentu memiliki dampak meski sedikit terhadap ASEAN. Tapi jiak ditinjau dari segi urgenitasnya, masih banyak wacana lokal region yang mesti dibahas, kasus Burma misalnya, Thailand, Indonesia-Filipina, Indonesia-Malaysia, dan masih banyak lagi.
ARF ini aktif diimplementasikan kala ASEAN masih berlandaskan Deklarasi Bangkok yang memang sangat lemah dalam hal justifikasi hukum kelegalan organisasi, sehingga untuk memperbaiki kebiasan yang terjadi dibutuhkan sebuah Charter/Piagam sebagai konstitusi organisasi untuk dipatuhi oleh setiap negara anggota. Disinilah kemudian peranan ASEAN Charter dengan tujuan utama yakni menjadikan ASEAN sebagai organisasi regional yang memiliki legal personality (berlandaskan hukum) dan berorientasi pada kepentingan mastarakat dalam kawasan.
Setelah berlandaskan hukum yang kuat dan berorientasi pada kepentingan masyarakat kawasan, ASEAN secara tidak langsung melebarkan sayap praktik dan tanggung jawabnya kehampir seluruh sector kehidupan masyarakat region Asia Tenggara. Untuk Implementasi ini, diwujudkanlah ASEAN Community (AC) dengan tiga pilarnya yakni ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) yang direncenakan akan diimplementasikan dalam Wajah Visi ASEAN 2015 pada tahun 2015 nanti.
Jadi, dalam pengimplementasiannya, pada tahun 2015 nanti, tidak akan ada lagi yang dikenal sebagai rakyat Indonesia, rakyat Malaysia, rakyat Vietnam, rakyat Thailand, yang ada hanya rakyat ASEAN, masyarakat ASEAN dalam satu wilayah ASEAN dengan wajah Komunitas ASEAN. Semangat “kekitaan” atau solidaritas yang lemah yang meruntuhkan keefektifan AFTA inilah yang hendak diperkuat oleh ASEAN Community agar dalam perdagangan internasional, perdagangan regioanal kawasan Asia Tenggara dapat selamat dari serangan perekonomian pihak lain yang kuat dan mengancam. Konsep ASEAN Community ini berprinsip bahwa dalam menghadapi serangan luar secara bersama itu tentu akan lebih efektif daripada menghadapinya secara sendiri-sendiri per negara.
Selain itu, dalam bidang politik antar negara kawasan pun dengan adanya konsep ASEAN Community ini maka permasalahan konflik internal negara juga menjadi permasalahan region, sehingga diyakini proses penyelesaiannya akan lebih maksimal dan bijak karena ditelaah secara kritis oleh banyak negara. Semangat persaudaraan akan terjalin dengan sangat erat jika ASEAN Community ini diterapkan secara maksimal.
ASEAN Community dengan tiga pilar utamanya yang sangat ideal adalah sebuah solusi yang sangat ideal dalam mempersiapkan kawasan Asia Tenggara untuk menghadapi persaingan global di berbagai bidang, tentunya jika dilaksanakan secara maksimal. Namun, seperti yang kita ketahui bersama, negara-negara anggota ASEAN sangat beragam. ASEAN memiliki Singapura yang sangat maju dalam hal industrinya dengan populasi penduduk kaya sebanyak 55.000 jiwa dengan asset mencapai US$ 1 juta per individu pada tahun 2005. ASEAN juga memiliki Indonesia yang masih memiliki 30 juta masyarakat miskin pada sensus tahun 2001. Ada juga Thailand yang memiliki ketidakstabilan pemerintahan selama 32 tahun terakhir. Dan Burma yang masih dalam intervensi Militer yang kuat atau kah Vietnam yang masih dipengaruhi paham komunis dalam system pemerintahannya.
Dengan keberagaman psikologis dan latar belakang yang saya paparkan, sekaligus untuk menutup sementara analisis saya tentang regionalisasi di kawasan Asia Tenggara, masih ada satu pertanyaan yang mengganjal dan mendorong saya untuk terus mencari tahu, untuk terus belajar tentang regionalisasi di kawasan Asia Tenggara,

Apakah negara anggota ASEAN akan mereduksi egoism kepentingan nasionalnya masing-masing untuk mewujudkan sebuah Komunitas Asean yang memiliki solidaritas tinggi ditengah keberagaman strata ekonominya masing-masing ?
Apakah negara anggota yang berlebih dalam ekonomi akan menurunkan dan membagi sedikit kekayaannya untuk negara anggota yang lebih miskin?
Jika hal tersebut diatas terjawab ‘iya’, tentu Komunitas ASEAN yang diidamkan akan tercapai dengan mulus, tapi kembali lagi, rasanya desakan kepentingan nasional setiap negara itu masih terlalu keras untuk dilunakkan untuk hasil bersama.

Aliran Klasik Adam Smith

Aliran yang dikembangkan oleh Adam Smith kemudian disebut aliran klasik dikarenakan sebetulnya gagasan-gagasan yang dia tulis dan rampungkan sebetulnya telah dibahas sejak lama, sejak masa Yunani Kuno. Misalnya saja soal paham individualism yang dikeluarkan Smith tidak jauh berbeda dengan paham hedonism yang sempat dipopulerkan oleh Epicurus. Begitu pula pendapatnya agar pemerintah memiliki campur tangan yang seminimal mungkin dalam perekonomian (laissez faire-laissez passer), yang dicikal-bakali oleh pemikiran Francis Quesnay sebelumnya. Ada hal yang unik, pada beberapa sumber, konon pemberian nama aliran yang dibawa Smit yakni aliran klasik sebenarnya diberikan oleh Karl Marx sendiri, sebagai sebutan istimewanya untuk musuh bebuyutannya Adam Smith, karena pemikiran-pemikirannya banyak yang sudah klasik.
Dari beberapa pemikir ekonomi terdahulu ada yang sangat besar pengaruhnya bagi diri Smith. Dua diantaranya adalah gurunya sewaktu menuntut ilmu di Universitas Glasgow, yaitu Francis Hutcheson dan teman kuliahnya David Hume. Dari Glasgow ini lah kemudian Smith menerima beasiswa sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke Oxford University hingga tahun 1746. Dari tahun 1748 hingga 1751, ia mengajar di Edinburg University, dan pada tahun 1751 hingga tahun 1763, ia melanjutkan mengajar di Glasgow, kampusnya dulu. Selaku dosen di Glasgow, Smith memberikan serangkaian kelas tambahan dalam bidang ilmu social dan kemanusiaan. Bidang yang paling digemari oleh Adam Smith adalah falsafah moral. Tidak mengherankan, bukunya yang pertama : The theory of Moral Sentiments (ditulis tahun 1759), banyak menghubungkan masalah ekonomi dan masalah moral. Buku ini, serta bahan-bahan kuliah yang terdapat di universitas Glasgow kemudian menjadi refrensi penting yang membantu Smith kemudian untuk merampungkan buku berikutnya yang kemudian menjadi sangat terkenal, yakni An Inquiry Into the Nature and Causes of The Wealth of Nation, atau lebih terkenal dnegan sebutan The Wealth of Nation. Buku yang ditulis oleh Smith pada tahun 1776 tersebut dianggap sebagai pancangan pertama tonggak sejarah perkembangan ilmu ekonomi. Oleh sebab itu lah, ia juga diberi gelar “Bapak Ilmu Ekonomi”.
Beri manusia kebebasan dan biarkan mereka melakukan yang terbaik bagi dirinya masing-masing. Pemerintah tidak perlu campur tangan dan alam lah yang akan mengatur hingga semua pihak senang dan bahagia. Hal ini lah yang dipahami oleh Smith yang kemudian menjadi cikal bakal konsep leissez faire-leissez passer dan juga konsep invisible hands yang dipopulerkan Adam Smith.
Perbedaan yang paling dominan antara pola pikir Adam Smith dan kaum fisiokrat terletak pada fktor yang paling dominan yang mempengaruhi perekonomian. Kaum fisiokrat percaya bahwa factor yang paling dominan yang berpengaruh pada perkembangan ekonomi adalah alam, sedangkan Smith meyakini bahwa manusia lah yang memiliki peranan lebih. Logika seperti ini, alam (dalam hal ini tanah) tidak akan berguna apa-apa jika tidak ada manusia yang mengolahnya untuk menghasilkan sesuatu sebagai penyambung kehidupan. Jadi, bias dikatakan alam juga bergantung pada manusia, sehingga manusia lah yang memiliki peranan lebih.
Selain itu, Adam Smith juga sering kali mengkritik kebijakan para kaum merkantilis dalam menetapkan pajak dalam perdagangan luar negeri sehingga untuk bias memasarkan barang Negara A ke Negara B harus membayar pajak yang ditentukan oleh negara. Adam Smith menganggap ini adalah sebuah kerugian bagi para pelaku perdagangan. Smith menawarkan logika seperti ini, jika barang yang dijual negara A jauh lebih murah dan bias dibeli oleh seluruh kalangan, kenapa negara B harus repot-repot untuk menciptakan barang yang sama dengan barang negara A dengan biaya produksi yang lebih mahal. Bukannya justru akan menghemat uang dan tenaga jika membeli langsung pada negara A? Hal ini lah yang kemudian memberikan gambaran pada pihak-pihak yang sepaham dengan Smith untuk kemudian sepakan meminimalisir campur tangan pemerintah, bahkan tidak mengadakan campur tangan pemerintah dalam system perekonomian. Seperti yang dikutip dalam buku The Wealth of Nation,
“it is maxim of every prudent master of a family never to attempt to make at home what it will cost him more to make them than to buy. The tailor doesn’t attempt to make his own shoes, but buys them of the shoemaker. The shoemaker doesn’t attempt to make his own clothes, but employs a tailor … What is prudence of a conduct of every private family, can scarce be folly in that of a great kingdom. If a foreign country can supply us with a commodity cheaper than we ourselves can make it, better buy it of them …”
Individualis yang dikembangkan oleh paham liberal dalam perekonomian klasik bersumber dari paham egoistis yang dimiliki oleh setiap umat dan telah menjadi bahan kegelisahan pemikir-pemikir masa Yunani Kuno. Sikap egoistis yang selalu mementingkan diri sendiri ditakutkan akan memberikan dampak social-ekonomi negative bagi masyarakat, menurut Mandeville. Namun, menurut Smith, egoistis manusia ini justru memberi dampak baik bagi social-ekonomi masyarakat sepanjang ada persaingan bebas. Kembali dalam The Wealth of Nation, Smith menjelaskan,
“If a pin manufacturer tried to charge more than his competitors, they would take away his trade; If a workman asked for more than the going wage, he would not be able to find work; If a landlord sought to exact a rent steeper than another with land of the same quality, he would get no tenants”
Jadi, jika seorang penjual peniti mencoba untuk menetapkan harga yang lebih tinggi dari harga yang ditetapkan pesaingnya (didorong oleh sikap egoisnya untuk kemudian mendapatkan keuntungan yang lebih dari yang lain), bisnisnya pasti akan hancur. Karena pembeli tidak akan membeli pin padanya karena ada penjual yang menjual dengan harga yang lebih murah. Hal-hal seperti ini lah yang kemudian dianggap Smith sebagai pengontrol harga, sehingga harga tersebut akan stabil dengan sendirinya dan terjadinya kesetimbangan dalam pasar karena bantuan invisible hands.
Muncul kemudian pertanyaan, bagaimana mungkin pasar yang berjalan dengan bebas tersebut dengan kepentingan masing-masing individu pelakunya dapat membawa perekonomian pada suatu keseimbangan yang efisien? Untuk pertanyaan ini, Smith selalu menjawab, seperti yang terkutip dalam bukunya, kurang lebih memiliki arti, “Walaupun setiap orang mengerjakan sesuatu didasarkan kepada kepentingan pribadi, ttapi hasilnya bias selaras dengan tujuan masyarakat. Dampak aktivitas setiap individu dalam mengejar kepentingannya masing-masing terhadap kemajuan masyarakat, justru lebih baik dibandingkan dengan tiap orang berusaha memajukan masyarakat.”
Pandangan-pandangan Smith kemudian telah menandai suatu perubahan yang sangat revolusioner dalam pemikiran ekonomi. Di masa sebelumnya, yaitu masa merkantilis, negara ditempatkan di atas individu-individu. Sebaliknya, menurut ajaran klasik dan fisiokrat ini, kepentingan individulah yang mesti diutamakan. Bahkan, tugas negara lah untuk menjamin terciptanya kondisi bagi setiap orang untuk bebas bertindak melakukan yang terbaik bagi diri mereka masing-masing. Bagi penyokong pasar bebas, tak ada jasa yang bias diperbuat oleh seorang umat manusia, kecuali yang dapat membuat dirinya lebih maju.