Senin, 29 Juni 2009

Manajemen Redaksional

Kali ini saya akan coba bicara sedikit tentang manajemen redaksional. Sebuah proses manajemen dalam proses produksi sebuah redaksi cetak. Sebenarnya ini hanya rangkuman materi dari salah satu materi yang sempat saya ikuti dalam Sekolah Jurnalistik yang diadakan Himahi Unhas. Sebuah tulisan akan bicara lebih banyak dan lebih abadi, semoga bermanfaat dikemudian hari.
Manajemen Redaksional, Bicara tentang ini, kita akan lebih bicara tentang skema bagaimana kemudian sebuah berita dibuat hingga bias ada di tangan kita masing-masing.
Dalam sebuah perusahaan percetakan, ada seorang Pimpinan Umum. Pimpinan Umum ini membawahi dua proses berita, yakni proses percetakan dan proses pemasaran. Untuk lebih lanjutnya, kita akan lebih banyak membedah proses percetakan.
Pihak yang bertanggung jawab dengan Pimpinan Umum dalam sebuah proses cetak adalah Pimpinaan Redaksi. Pimpinan Redaksi ini bertanggung jawab penuh atas seluruh proses cetak sebuah berita. Kemudian, pihak yang bertanggung jawab langsung dengan Pimpinan Redaksi adalah Redaktur pelaksana, pada beberapa media ada juga yang memakai Wakil Pimpinan Redaksi. Wapimred dan Redpel memiliki fungsi dan peranan yang sama, yakni penanggung jawab harian atau perpanjangan tangan dari Pimpinan redaksi untuk berhubungan langsung dengan pihak yang eksekutor berita. Redaktur Pelaksana ini menanggungjawabi secara langsung kordinator liputan. Ada beberapa media yang membagi kordinator liputannya menjadi beberapa bagian sesuai rubric apa saja yang terdapat dalam media tersebut. Namun, system seperti ini kemudian memberi kelemahan, yakni keberagaman karakter penulisan yang kemudian masuk ke proses cetak. Seperti yang kita pahami, redaktur pelaksana juga bertugas untuk mengedit tulisan-tulisan kasar hasil pencarian berita reporter. Redaktur Pelaksana inilah yang selalu berhubungan langsung dengan para wartawan untuk mengontrol berita agar tidak telat masuk dan diedit sesuai kebutuhan masyarakat. Proses pengeditan itupun sendiri telah masuk dalam proses pra cetak. Selain editor atau Redaktur Pelaksana, ada juga bagian yang disebut Layouter dan Designer. Untuk layouter ini mengatur bagaimana penempatan kata-kata dalam sebuah penulisan berita dan tata letak naskah. Sedangkan Designer bertugas untuk menambah kualitas foto dan iklan yang akan ditampilkan pada media cetak.
Ada beberapa fungsi dalam sebuah proses percetakan media, yaitu;
- Fungsi kepemimpinan, fungsi ini dimiliki oleh Pemimpin perusahaan Media Cetak dan Dewan Redaksi.
- Fungsi Pengawasan, fungsi ini dimiliki oleh Redaktur Pelaksana dan Kordinator Liputan.
- Fungsi pelaksanaan, fungsi ini dimiliki oleh reporter atau wartawan.
Selain reporter atau wartawan, ada juga yang kita kenal sebagai koresponden dan kontributor dalam suatu proses percetakan media. Koresponden adalah perwakilan media yang biasanya ada di daerah-daerah dimana media tersebut dipasarkan. Koresponden ini sendiri memiliki fungsi ganda, yakni selain memasarkan didaerah cabang, juga dapat bertindak sebagai pencari berita di daerah tempat mereka tersebar. Setelah itu ada contributor. Contributor ini adalah pihak-pihak yang diluar kelompok wartawan, tapi memberikan sumbangsih tulisan. Biasanya, contributor ini diminta tulisannya langsung dari pihak media percetakan yang bersangkutan dan biasanya mengisi kolom opini.
Pada bagian diatas, saya sempat menyinggung Dewan Redaksi. Dewan redaksi adalah sebuah dewan tertinggi dan berkoordinasi setara dengan Pimpinan Redaksi dan Redaktur Pelaksana. Dewan redaksi ini diisi oleh beberapa pihak yang kemudian merembugkan secara berkala headline apa yang akan diterbitkan pada suatu media. Apakah menguntungkan dan tidak mengancam keberlangsungan perusahaan. Dan dewan ini pun membahas pihak-pihak mana saja yang akan ditemani bekerja sama delam berbagai kesempatan. Pihak mana yang akan dijual namanya dalam bentuk publikasi media. Menentukan arah akan kemana berita-berita yang terdapat dalam media untuk kemudian dapat diterima dimasyarakat. Mengevaluasi dan menyaring berita-berita yang akan diterbitkan pada masyarakat. Jika terdapat berita yang merugikan pemegang saham dalam media cetak terssebut, maka sudah pasti berita tersebut tidak akan ditayangkan dan dipublikasikan, meski berita yang dimaksud adalah berita terhangat dan terpenting saat itu.
Contoh kecil misalnya, jika anda pernah meluangkan waktu sejenak memperhatikan bagaimana penyampaian berita yang diberikan antarmedia televisi. Misalnya, TV One dan Media elektronik lainya dalam memberitakan lumpur panas yang terjadi di Sidoarjo. TV One, dalam penyampaian beritanya, tidak akan pernah memakai kata “Lumpur panas Lapindo Brantas”, lain halnya dengan media lain yang kadang juga menyampaikan berita tentang ini dengan kata “ Lumpur lapindo”. Hal ini terjadi karena seperti yang kita ketahui bersama, Lapindo Brantas, Inc adalah perusahaan milih Aburizal Bakrie, Menkokesra Kabinet Indonesia Bersatu, yang juga ternyata pemilik media elektronik TV One. Tentu saja dia tidak akan pernah membiarkan sebuah pemberitaan yang menjelekkan asset miliknya sendiri.
Contoh tadi terjadi dalam media elektronik. Di media cetak pun demikian. Misalnya saja tentang kisruh Iran yang tengah berlangsung pasca pemilu 12 Juni lalu yang memenangkan kembali Mahmoud Ahmadinejad. Jika kita membaca di media-media cetak terbitan barat, tentu saja arah pemberitaannya selalu menjelekkan Ahmadinejad. Opini public dibentuk dengan sangat tegas bahwa Pemerintahan yang sedang berlangsung di Iran adalah pemerintahan yang otoriter dan sangat mengekang kebebasan warganegaranya. Namun, jika kita membaca media yang diterbitkan dan diedarkan di Iran, Koran Kayhan misalnya, disini sangat jelas dibahasakan bahwa segala demonstrasi Iran adalah hasil Provokasi pihak oposisi yang dimotori oleh mir Hossein Mousavi. Malah ada ha; yang sangat mencengangkan. Dalam pemberitaan diberbagai media cetak barat, diberitakan bahwa sangking ketat dan tegasnya pemerintahan di Iran, sehingga Garda Nasionla Iran, semacam angkatan bersenjatanya, menembaki siapa saja yang dicurigai bersalah dalam menindaki para demonstran. Hal inilah yang kemudian memicu sehingga banyaknya warga sipil yang jadi korban. Sedang dalam Koran Kayhan, sangat jelas diberitakan bahwa masyarakat Sipil hingga saat ini justru telah mengajukan lebih dari 2000 tuntutan yang ditujukan pada massa Mousavi yang telah merusak asset-aset sipil dan malah juga sempat meledakkan bom bunuh diri di lingkungan sipil yang menewaskan beberapa warga sipil.
Hal-hal seperti inilahyang merupakan hasil dari kesepakatan rapat dewan redaksi. Akan kemana arah sebuah berita. Sehingga, saat ini, informasi yang diyakini adalah informasi murni dan tidak memihak pada siapa pun menjadi diragukan. Karena kebenaran dipegang oleh media yang dibekingi oleh pihak-pihak yang penuh dengan kepentingan. Disinilah kelemahan Dewan redaksi yang seharusnya diisi oleh orang-orang yang capable, tapi realitanya diisi oleh orang-orang yang punya modal dan penuh dengan kepentingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar